Wednesday, May 20, 2009

Takut


(terimakasih untuk sahabatku Lita dan kakakku Santi yang telah menginspirasiku untuk menuliskan ini..)

Kalau dipikir-pikir dan dirasa-rasa lagi dengan jernih, ternyata manusia boleh dikata selalu hidup dalam ketakutan. Dari sekian banyak emosi natural manusia yang sifatnya netral yaitu sedih, marah, kecewa, takut (cemas), maka rasa takut yang tampaknya paling sering mendominasi perasaan manusia.

Takut mati, takut tua, takut sakit, takut bencana alam, takut kehilangan orang yang dicintai, takut nggak lulus ujian, takut kehilangan atau nggak dapat pekerjaan, takut terpeleset saat jalan di atas jalanan bersalju atau kamar mandi yang licin, takut dikhianati pacar, takut terbang, takut keracunan, takut bangkrut /usahanya gagal, takut nggak dapat pasangan hidup, takut nggak punya anak dan kesepian di hari tua, dan masih panjang lagi daftar ketakutan itu kalau dilanjutkan. Jika kita membaca surat kabar atau melihat TV, entah berapa kali kata takut itu akan kita jumpai.

Kalau rasa takut itu berusaha dijauhi, adanya hanya menipu diri. Karena rasa takut itu tetap ada dan tidak bisa diingkari. Paling hanya mengalihkan sebentar perhatian kepada rasa takut sesudah itu ia muncul lagi dan harus kita hadapi kembali. Yesus juga mengalami rasa takut yang sangat saat berdoa di Taman Getsemani. Rasa takutNya sebagai manusia karena mengetahui akan menghadapi suatu penderitaan yang besar. KeputusanNya untuk tetap maju menyongsong salib menunjukkan bahwa ada celaka-celaka dan derita-derita yang tidak untuk dihindari walaupun rasa takut itu pada mulanya adalah untuk menghindarkan manusia dari celaka / derita.

Teori mengatakan bahwa rasa takut adalah bagian dari karunia alam sebagai mekanisme pertahanan diri dan sarana survival untuk bertahan hidup. Kenyataannya rasa takut itu sendiri sering begitu melumpuhkan sampai rasanya kita tidak berani bergerak apapun dan kemanapun dan menjadi sangat pasif untuk menghindari resiko yang kita takutkan itu terjadi. Jika demikian reaksi kita, maka hilanglah fungsi rasa takut itu sebagai alat untuk survive. Sebaliknya, ia membuat kita mati sebelum waktunya, menjadi renta tiba-tiba padahal umur baru kepala tiga dan badan merasa sakit dan tak berdaya sebelum sakit sungguhan.

Berarti rasa takut yang sifatnya netral dan karunia alam itu harus disikapi sedemikian supaya fungsinya sebagai alat pertahanan diri dan survival bisa terus berjalan dan justru kita mendapat manfaat dan gaya dorong untuk hidup dan berkembang dari rasa takut yang disikapi dengan sepatutnya.

Rasa takut yang sewajarnya membuat kita berhati-hati dan penuh perhitungan yang akan menyelamatkan kita dari bahaya. Jika kita tidak mempunyai rasa takut, kita akan cenderung lengah dan tidak menyadari adanya bahaya sehingga memudahkan kita mengalami celaka. Tanpa rasa takut, saya akan berjalan dengan langkah-langkah lebar dan cepat di atas jalanan yang licin sehingga saya bisa terpeleset dan jatuh. Rasa takut adalah sarana untuk menyelamatkan, yang sepatutnya menjadi sahabat kita dan tidak perlu dijauhi. Seperti halnya rasa takut akan Tuhan, hal itu bukanlah suatu sikap untuk dicemooh dan dianggap usang. Takut kepada Yang Membuat Hidup akan membuat kita tidak semena-mena jadi manusia karena sadar ada Yang Lebih Besar daripada kita.

Bagaimana mengolah rasa takut sehingga ia menjadi konstruktif dan membuat kita selamat dan tetap semangat menjalani hidup?

Pada saat saya merasa takut dan merasa lumpuh karena dikuasai olehnya, saya biasanya akan datang kepada Tuhan dan berdoa. Setelah berdoa, rasa takut saya itu biasanya tidak hilang, tetap saja takut, tetapi biasanya timbul suatu cara baru untuk melihat dan menyikapinya. Saya sadar bahwa saya tidak punya kendali atas apapun juga, bahkan atas tubuh saya sendiri, sebaik-baiknya saya menjaganya. Semua hal bisa terjadi di luar harapan saya dengan sewaktu-waktu dan saya hanya akan menontonnya terjadi dengan penuh ketakutan dan kecemasan.

Tetapi melalui doa dan berjumpa dengan Tuhan di dalam keheningan, sambil mengingat kembali kata-kata Yesus yang selalu bergema di hati kita, “Jangan takut, karena Aku telah mengalahkan dunia”, maka saya mengumpulkan kekuatan untuk mulai mengendalikan rasa takut yang tetap ada itu.

Yang membuat saya memutuskan untuk bangkit dari ketakutan itu, karena saya menyadari bahwa Tuhan tahu bahaya-bahaya apa yang mengintai anak-anakNya dan karena Ia tahu, maka Ia memegang kendali sepenuhnya atas semua bahaya itu. Saya akan tetap takut untuk hal-hal dan kemungkinan- kemungkinan menyeramkan yang terjadi di luar kendali saya. Tetapi Tuhan sudah berkata jangan takut dan itu berarti Ia sudah memegang kendali atas segala hal sehingga saya akan melanjutkan hidup saya dengan tenang dan menghadapi rasa takut saya sebagai teman untuk membuat saya selalu bersikap rendah hati, waspada, dan memperhitungkan segala sesuatu secara sehat.

Dan seandainya terjadi juga apa yang saya takutkan, maka penderitaan Yesus dan para martir kudus mengingatkan saya bahwa ada penderitaan penderitaan yang tidak harus dihindari.


San Donato, Jan 14 2009

2 comments:

  1. ternyata manusia boleh dikata selalu hidup dalam ketakutan

    IMHO manusia lebih sering bosan daripada takut

    ReplyDelete
  2. lebih sering lagi merasa takut bosan....hehe

    ReplyDelete