Tuesday, May 19, 2009

Suatu siang di pantai Seminyak


Alam adalah karunia Tuhan Yang Maha Pemurah. Ia ada untuk dinikmati semua orang, pria atau wanita, orang kaya atau orang tak punya, orang cacat atau orang sehat. Anugerah Tuhan lewat alam tidak mengenal batasan, semua manusia diberi anugerah dan kesempatan untuk menikmatinya. Cuma-cuma. Tanpa syarat apapun, kecuali panca indera, yang juga sudah disediakanNya.

Udara pagi yang segar, kicau burung yang merdu, hijaunya dedaunan yang bergoyang ditiup angin, serta hujan yang membasahi bumi, dapat dinikmati baik oleh orang yang takut akan Tuhan maupun yang tidak. Bukankah itu berarti alam adalah bukti yang sangat nyata akan cinta Tuhan kepada umatNya ? Apapun yang umatNya sudah perbuat, Ia tetap mencintai manusia lewat keindahan dan keajaiban alam.

Sejak kecil, saya suka pergi ke pantai. Saya tidak pernah bosan menatap ombak yang bergulung-gulung di tengah laut, berkejaran dan akhirnya memecah menyapu pantai. Saya membayangkan, aktivitas seperti itu telah berlangsung ratusan tahun di pantai yang sama, atau bahkan jutaan tahun ? Sudah berapa lama umur bumi ini, dan sudah berapa lama ombak itu berdebur memecah pantai ? Pasti sudah lama sekali, dan ia tak pernah bosan. Sama seperti saya seakan tak pernah bosan untuk menikmatinya. Deburannya saat tiba di pantai, gemuruhnya saat sedang bergelora di tengah laut, seakan menyampaikan suatu misteri di telinga saya. Menyeramkan sekaligus menentramkan. Melenakan tetapi tidak memabukkan. Saya berpikir, adakah gelombang laut sebenarnya bercerita tentang sang Pencipta itu sendiri ?

Beberapa saat berada di pantai sambil menikmati suara debur ombak, lama-lama deburan itu seperti punya irama tertentu…bagaikan sebuah lagu yang menyanyikan keindahan dan keajaiban alam. Di telinga saya sendiri, irama itu seperti sebuah nyanyian kehidupan. Saya seperti dibawa untuk berefleksi akan perjalanan hidup saya sendiri. Ternyata paling tidak sudah dua kali laut dan pantai memberi pelajaran tentang kehidupan kepada saya.

Suatu hari saat masih remaja, saya berada di Pantai Prigi di Trenggalek, Jawa Timur bersama keluarga. Pagi-pagi saya sudah bangun, dan mulai menyusuri pantai seorang diri. Setiap kali ombak memecah pantai, langkah kaki saya seakan terdorong untuk semakin mendekat ke arah laut. Saya merasa bahagia merasakan ombak itu mendebur dan memecah di kaki saya. Kemudian saya mulai menulis di pasir dengan jari-jari kaki saya. Belum lama saya menikmati hasil karya saya, ombak datang memecah dan menyapu tulisan itu. Pasir menjadi halus kembali. Tulisan yang sudah saya ukir dengan jari kaki lenyap tak bersisa. Saya mulai asyik. Saya berjongkok di pasir, kali ini membuat gambar, dan menggunakan tangan. Saya menikmati gambar itu dengan khidmat karena tahu bahwa sebentar lagi ombak akan datang dan menyapunya pergi. Dan, tak lama…gambar itupun lenyap disapu ombak. Singkat . Sederhana. Dan pasti.

Saya tertegun. Saya teringat pada kehidupan manusia. Kehidupan yang sangat singkat, dan rentan. Kehidupan yang akan bersinar sejenak, kemudian lenyap oleh kematian. Kalau manusia menyadari, bahwa kehidupan itu suatu saat akan lenyap, seperti tulisan di pantai yang disapu ombak, tidakkah seharusnya ia menikmati dan mensyukuri kehidupan itu dengan sebaik-baiknya, sebelum semua itu akhirnya lenyap ? Kehidupan harus diisi dengan sebaik-baiknya dengan perbuatan yang baik dan indah bagi Tuhan dan sesama, sehingga saat ombak kematian menyapunya pergi tanpa kompromi, ia akan meninggalkan kehidupan itu dengan bahagia. Seperti gambar di pasir pantai. Ia dengan ikhlas menyerahkan dirinya pada ombak yang membawanya ke tengah lautan keabadian dan kedamaian. Tanpa ada yang harus disesali.

Kemudian deburan ombak mengajarkan hal yang lain lagi kepada saya. Liburan pertengahan tahun 2003 yang lalu, saya berada di Bali bersama suami saya. Kami duduk-duduk santai berdua menikmati ombak pantai Seminyak yang berdebur , di antara hiruk pikuk penjual souvenir dan turis-turis yang asyik berseliweran. Kami berdua sedang berangan-angan, alangkah bahagianya kalau liburan seperti ini bisa dinikmati bersama anak-anak buah cinta kasih kami berdua. Saya membayangkan, anak-anak itu akan berlarian di tepi pantai sambil membuat rumah dari pasir. Mulut mereka asyik berceloteh sambil memanggil-manggil kami dengan suaranya yang ceria. Tetapi semua itu baru sebatas angan-angan dalam benak kami, karena sampai tahun kelima pernikahan kami, anak-anak buah cinta itu belum hadir juga. Saya sering bertanya kepada Tuhan, mengapa Ia tidak kunjung menitipkan kehidupan dalam rahim saya.

Sampai akhirnya hari itu di pantai Seminyak, saya memutuskan untuk berhenti bertanya kepada Tuhan. Saya memandangi ombak yang berkejaran dan berdebur dengan keras di pantai. Perlahan-lahan, kepedihan dan kepahitan yang saya rasakan di dalam hati saya mulai memudar. Ombak di pantai itu terus saja berdebur, tidak ada yang menghalanginya untuk melakukan aktivitas itu. Perlahan-lahan hati saya merasa tentram. Tuhan sudah mengatur alam ini begitu rupa, sehingga ombak laut pun terus bergulung tiada henti. Tak ada satu hasil karya manusia pun yang dapat menghentikan gulungan ombak di samudra. Tak ada satu kekuatan manusia pun yang dapat mencegah ombak untuk berdebur dan memecah dirinya di pantai. Ada begitu banyak hal dimana manusia tak punya kekuatan dan otoritas sedikitpun dalam penyelenggaraan kehidupan ini. Tetapi manusia tidak perlu khawatir. Karena Tuhan sudah mengatur dan menata semuanya dengan kerapian yang mengagumkan. Sehingga seluruh alam ini bekerja dengan sinergi yang padu untuk menyediakan semua yang diperlukan manusia.

Ombak yang berdebur di pantai Seminyak itu mengajarkan kepada saya, bahwa kehidupan akan terus berlangsung bagi saya, seperti yang sudah dirancang dengan rapi oleh Tuhan. Saya tidak perlu khawatir tentang apapun juga, sebab seperti juga deburan ombak yang terus berlangsung dari dulu hingga esok…Tuhan pun sudah menata dan merancang kehidupan yang indah dan rapi buat saya. TanganNya terus bekerja seperti ombak yang terus bergulung, untuk menyediakan semua yang saya perlukan dalam hidup ini, sampai akhirnya kelak saya pulang untuk bersatu kembali denganNya.

Serpong, November 2003

1 comment:

  1. Kami merekomendasikan souvenir pernikahan yang lucu, unik dan murah di WWW.DANI-CRAFT.COM

    ReplyDelete