Wednesday, May 20, 2009

Kisah meja doaku


Hmm…dimana nanti aku bisa meletakkan meja doa ya ? ruang tamu ini sudah tampak penuh dengan sofa berbentuk huruf L dan 2 kursi santai berbentuk bundar itu. Rasanya tidak ada lagi tempat yang tersisa yang cukup nyaman buat meletakkan meja doaku. Bagaimana dengan kamar tidur ? Aku melongok ke dalamnya, berharap menemukan suatu sudut yang cukup lapang dan nyaman untuk aku bersimpuh di depan meja doa yang sudah aku beli beberapa waktu sebelum kepindahanku ke apartemen ini. Aku ingin meletakkannya di sudut yang paling nyaman dan teduh dimana aku dapat bersimpuh di depannya dan bercakap-cakap dengan penuh kehangatan dengan Tuhan serta mendengarkan Dia berbicara dengan lembut di dalam hatiku.

Di mana aku meletakkan Tuhan dalam hidup ini ? Di mana aku meletakkan diriku dan pikiran-pikiranku dalam menghadapi peristiwa-peristiwa kehidupan sehari-hari ? Di sudut pikiran positif ? atau di kamar besar tempat pikiran negatif bersemayam ? Kamar itu besar sekali tetapi di dalamnya dingin dan gelap. Di kamar itu rasa curiga, iri hati, acuh tak acuh, dan sinisme menjadi hiasan dindingnya. Perabotannya adalah kejenuhan, kemalasan, rasa cepat menyerah, dan putus asa. Dindingnya didominasi warna ketakutan.

Ya..sayang sekali, jika aku memilih untuk sering berada di ruangan itu…berarti aku telah melewatkan saat-saat penuh kedamaian di mana meja doaku berada, yaitu di ruangan dimana Tuhan juga duduk di sana, dan menungguku untuk menikmati peristiwa kehidupan ini dengan hati yang gembira dan penuh syukur, hati yang selalu siap untuk memberi dan mengasihi, hati yang siap melupakan diri sendiri supaya orang lain bahagia. Itulah sebabnya kamar di mana meja doaku berada tidak memerlukan cahaya apapun sebagai penghangat dan penerangan, berada di sana bersamaNya membuat ruangan itu selalu cerah, hangat, dan bercahaya dengan sendirinya.

Hanya saja...kamar dimana meja doaku itu berada, tidak selalu mudah untuk dimasuki. Sebetulnya pintunya selalu terbuka lebar, tetapi anehnya aku tidak dapat masuk sebelum aku memakai pakaian ketaatan dan kerendahan hati. Dan pakaian itu hanya bisa kupakai jika aku melepaskan dulu egoku, kesombonganku, kesibukanku.

San Donato, malam minggu yang dingin di penghujung November

No comments:

Post a Comment