Wednesday, May 20, 2009

Belajar dari kesederhanaan Bunda Maria



Dua hari setelah peringatan Bunda Maria Diangkat ke Surga dan bertepatan dengan perayaan Kemerdekaan Indonesia ke-63 tanggal tujuh belas Agustus 2008 yang lalu, saya berkesempatan mengunjungi gereja Santa Maria di Nazareth di kota Venesia, yg dibangun sekitar thn 1670. Di dalamnya banyak patung orang kudus dan berbagai ukiran yang dipahat dengan sangat indah seperti umumnya gereja-gereja di Italia.


Di atas altar utama terdapat patung Bunda yang sedang tersenyum manis dengan sebuah mahkota raksasa berwarna emas bergantung di langit-langit. Di bagian samping kanan dari altar terdapat ruangan dengan fokus utama patung keluarga kudus dari Nazareth dan di bagian kiri altar terdapat ukiran dan patung yang menggambarkan ramalan Simeon bahwa sebuah pedang akan menembus hati Bunda Maria. Ukiran, pahatan, dan lukisan fresco yg sangat artistik di hampir seluruh bagian gereja dengan pilar-pilar marmer terpuntir berwarna merah marun yang cerah menjadikan gereja yang indah ini tambah memukau dan membuat saya tercenung sejenak menikmati dan mensyukurinya sebelum mulai berdoa dan mendaraskan rosario saya.

Bangunan gereja-gereja di Italia yg punya sejarah yang panjang merentang jaman selama ratusan bahkan ribuan tahun dengan kekayaan filosofi yang dalam di balik setiap dekorasinya yg bercitarasa seni tinggi memang sangat mencengangkan. Kekayaan seni dan keindahan daya imaginasi manusia dicurahkan secara total sebagai ekspresi rasa cinta dan hormat yang dalam kepada Sang Pencipta. Khususnya di gereja Maria di Nazareth ini, curahan keindahan bercitarasa tinggi itu dipersembahkan kepada seorang wanita bersahaja bernama Maria, yang melalui sikap pasrah, percaya, dan rendah hati yang total kepada Bapa, memampukan kita memiliki seorang Penebus yang sangat mulia, Yesus Kristus, sang Putera Allah sendiri, yang datang ke dunia sebagai wujud cinta Bapa yang tak terbatas kepada manusia.

Saya tercenung di dalam gereja, betapa kerendahan hati dan ketaatan Bunda Maria telah membuahkan bangunan seindah ini, yang bagaikan kebal terhadap panjangnya perjalanan waktu dan berbagai peristiwa besar di dunia (langit-langitnya yang berlukiskan fresco artistik sempat rusak terkena granat pada saat Perang Dunia I dan diperbaiki kembali hingga tetap utuh seperti sekarang). Saya kagum pada sebuah sikap kerendahan hati yang akhirnya melahirkan karya-karya seni mengagumkan sebagai tanda penghormatan yang setinggi-tingginya dari Tuhan dan manusia.

Bunda Maria yang sekarang berada di tempat yang paling tinggi bersama Bapa sudah melewati begitu banyak masa-masa yang sangat menegangkan dalam hidupnya, termasuk saat-saat yang membingungkan dan penuh dengan ketidakpastian. Namun Bunda bisa melewati semuanya dengan baik dan tetap fokus pada penyelenggaraan Allah, karena sikap jiwanya yang sederhana dan rendah hati, yang selalu belajar untuk percaya sepenuhnya kepada Allah, apapun yang terjadi, mengerti atau tidak mengerti, suka maupun tidak.

Saya ingat setiap kali menjumpai peristiwa-peristiwa besar dan mencengangkan dalam hidupnya, Bunda selalu menyimpan segala sesuatu di dalam hatinya dan merenungkannya. Sikap batin inilah yang membuat saya kagum. Saya merasa kebiasaan Bunda untuk masuk dalam keheningan jiwanya yang sederhana dan berserah sepenuhnya kepada Bapa adalah kunci mengapa Bunda selalu tegar dan mampu menyelesaikan panggilan Allah sampai akhir. Kedamaian yang Bunda miliki di dalam hatinya karena percaya sepenuhnya kepada Bapa membuat Bunda selalu berhasil mengatasi semua keraguan kemanusiawiannya. Kerendahan hati dan kesederhanaanlah yang membuatnya menjadi manusia yang merdeka dalam arti sesungguhnya, yang bebas dari cengkeraman ego manusiawi yang cenderung membawa manusia kepada ketamakan, iri hati, kesombongan dan ketidakpedulian, sehingga melupakan fokus panggilan hidup yang hakiki yg sudah diamanatkan oleh Tuhan.

Dalam keheningan hati manusia yang murni dan sederhana itulah sesungguhnya tempat Tuhan bersemayam. Tempat kita selalu bisa memurnikan lagi motivasi dan arah hidup kita yang sejati.

Terimakasih Bunda Maria, bisik saya sambil melangkah keluar dari gereja Santa Maria della Nazareth. Ada doa kerinduan dalam hati saya bahwa kedamaian dan keheningan hati Bunda yang sederhana itu boleh senantiasa menjadi suluh penerang bagi saya untuk membawa saya kepada kemerdekaan yang sesungguhnya di dalam Tuhan.


Milan, 18 Agustus 2008

No comments:

Post a Comment