Monday, March 4, 2013

Mengasihi sesama (1): Saat sedang tidur



Pernahkah kita mengamati seseorang yang sedang tidur nyenyak? Atau melihat foto Anda sendiri di kala mata Anda terpejam di dalam tidur yang lelap? Saat kita mengamati secara lebih cermat wajah seseorang saat ia tidur, apakah kesan paling kuat yang muncul di dalam hati kita? Bagi saya, perasaan paling kuat yang saya tangkap di ekspresi seseorang saat ia tidur, adalah perasaan damai. Kedamaian itu seringkali ikut menyusup di dalam hati, apalagi bila orang yang sedang tidur itu adalah orang yang kita sayangi, khususnya pasangan hidup, orangtua, atau anak-anak kita.

Ekspresi seseorang saat sedang tidur mungkin merupakan ekspresi paling alamiah dari manusia, ekspresi murni yang tidak terkontaminasi berbagai persoalan hidup yang memicu gejolak emosional kita sehari-hari. Eskpresi cerminan manusia dari hakekatnya yang utuh sejak ia diciptakan baik adanya sejak semula, tanpa terkontaminasi pengaruh-pengaruh karakter yang dibawanya dari lahir. Misalnya orang yang berpembawaan judes, murung, atau sadis sekalipun, dalam keadaan tidur lelap, akan tetap tersirat ketenangan dan kedamaian, dua bekal yang pertama kali ia terima dari Pencipta Kehidupan ketika ia dibentuk di dalam rahim ibu yang mengandungnya.

Saya berpikir bahwa ekspresi Saul saat sedang tidur jugalah yang antara lain membuat Daud tidak membunuhnya di saat Daud menemukan orang yang selalu mengejar-ngejarnya itu, ada di depan matanya dalam keadaan tidur lelap dan tidak siaga sama sekali. Keadaan itu sempat disimpulkan Abisai sebagai bukti, bahwa musuh Daud sudah diserahkan Allah ke dalam tangan Daud untuk diakhiri hidupnya. Tetapi Daud menolak. Itu adalah untuk kedua kalinya Daud mendapat kesempatan untuk membunuh Saul, tetapi ia kembali membiarkannya hidup. Ketaatan Daud kepada Tuhan yang telah mengurapi Saul, membuat Daud tidak hendak membunuh Saul (lih. 1 Sam 26 : 7 – 11). Dan mungkin juga karena dilihatnya wajah Saul yang damai dan jauh dari kesan garang, di dalam tidurnya yang lelap. Kedamaian yang menimbulkan belas kasihan dan meredakan amarah.

Pernahkah kita memikirkan bahwa Tuhan mengasihi kita begitu indah dan sempurna, seolah-olah Ia selalu memandangi kita saat kita sedang tidur? Di mata-Nya, kita adalah anak-anak-Nya yang begitu lembut dan rapuh, selalu menghauskan damai (walau kita sendiri sering tak menyadarinya, bahkan merusak damai itu sendiri dengan ego-ego kita), dan yang membutuhkan pertolongan setiap saat. Hati-Nya luluh setiap kali Ia memandang kita. Walaupun Dia tahu dan melihat betapa banyaknya pelanggaran-pelanggaran kita, betapa sukarnya mengubah kebiasaan-kebiasaan kita yang jelek dan menyedihkan hati-Nya, atau betapa egois dan tidak perdulinya kita kepada sesama manusia. Tuhan mempunyai mata yang kekal yang dapat melihat manusia dalam keadaannya yang paling murni sejak awal ia diciptakan, keadaan damai seperti saat ia sedang tidur. Diciptakan baik sejak semula. Dan Tuhan tahu, betapapun kerasnya hati manusia akibat tempaan hidup, namun kelembutan dan kedamaian di awal kehidupan manusia di saat Tuhan pertama kali membentuknya, tidak pernah hilang, betapapun sedikitnya.

Tuhan menciptakan Hawa sebagai penolong dan teman bagi manusia pertama, Adam, ketika ia sedang tidur (lih. Kej 2 : 21). Pada saat itu, tentulah Adam pun tampak begitu damai, dan tidak berdaya, dan belas kasihan Allah begitu besar saat Ia menciptakan Hawa dari tulang rusuk Adam. Mungkin itu pula sebabnya mengapa wanita pada umumnya dikenal mempunyai hati yang lembut dan penuh belas kasihan, karena wanita diciptakan Tuhan dalam keadaan yang penuh cinta dan belas kasihan kepada manusia.

Bagaimana jika dalam saat-saat penuh konflik dengan sesama, kita meluangkan waktu untuk memandang sesama kita, seolah-olah kita melihat mereka dalam keadaan tidur, penuh damai dan kepasrahan? Mampukah itu menolong kita untuk memaklumi dan mengampuni orang-orang yang sikapnya begitu menjengkelkan kita, orang-orang yang berbeda pandangan dengan kita, orang-orang yang telah melukai kita, orang-orang yang cuek kepada kita? Dapatkah itu mengingatkan kita bahwa orang-orang itu juga dicintai Allah? Menyadari bahwa pada awal mula ia diciptakan, ia begitu damai dan tak berdaya, dan bahwa proses-proses kehidupan atau perjumpaannya dengan berbagai pengalaman pahitlah yang mungkin telah menggerusnya begitu rupa, sehingga ia menjadi orang yang nampaknya begitu sulit dan menjengkelkan kita. Ya, seperti yang kita baca dalam perumpamaan tentang pengampunan, yang diajarkan sendiri oleh Yesus, yaitu jika Tuhan sudah begitu mengasihi saya, melimpahi saya dengan begitu banyak berkat kehidupan setiap saat, dan mengampuni saya setiap kali saya datang kepadaNya untuk bertobat, apakah saya masih tega untuk setiap kali menghakimi sesama saya, melupakan kebutuhan dan ketidakberdayaan mereka, atau bersikukuh tidak ingin mengampuni orang-orang yang sudah bersalah kepada saya dan mengacuhkan saya? Sementara mereka pun masih bergumul dengan berbagai masalah hidup yang kompleks, termasuk upaya-upaya pengendalian diri yang masih sering gagal, seperti juga saya?

Pasangan suami isteri yang sedang bersitegang hingga dibawa tidur, mungkin dapat mencoba meredakan amarah atau kecewa kepada pasangannya bukan dengan cara memunggunginya, tetapi justru berbaliklah padanya, tinggalkanlah sejenak segenap kemarahan dan kekecewaan. Pandanglah wajahnya dalam tidurnya. Mungkin di tengah guratan kelelahan di wajahnya, ada secercah damai yang diberikan Tuhan dalam hatinya dan yang tidak dapat diambil oleh apapun juga. Dan rasakanlah itu memenuhi hati kita juga. Tuhan sangat mengasihi dia, sebagaimana Dia mengasihi saya dan Anda. Atau ketika anak-anak kita terasa sangat menjengkelkan kita pada hari itu, tataplah wajah mereka di peraduan mereka di akhir hari, dan di wajah-wajah itu, mungkin kita akan menemukan cerminan belas kasih Allah yang melampaui segala keterbatasan kita, yang juga selalu menolong kita. Dan Dia memanggil kita untuk juga selalu memandang jiwa sesama kita dengan penuh kasih yang tulus dan belas kasihan. Sambil mengakhiri hari dengan doa mohon belas kasihan Allah, kita pun mohon agar Tuhan menyentuh hati kita dengan damai-Nya, sehingga semua beban kekesalan, kebencian, dan kegelisahan kita kepada sesama, larut dalam lautan belas kasih Allah yang sempurna.

Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihiNya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan, dan kesabaran. Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian. Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan. Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh. (Kol 3 : 12 – 15)

Berbaliklah, cermatilah, ….lalu kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya Tuhan..!

Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya Tuhan itu! Berbahagialah orang yang berlindung pada-Nya! (Mazmur 34 : 8).

Kiranya kasih Tuhan menyertai dan memampukan kita. (triastuti)

No comments:

Post a Comment