Monday, March 4, 2013

Ajarilah kami Tuhan, bahasa cinta kasih-Mu



Menjelang peringatan hari kasih sayang tahun ini, saya merenungkan kasih tak bersyarat yang diberikan Tuhan kita Yesus Kristus di atas kayu salib, bagi kita manusia. Dalam film “Life of Pi” yang baru saya saksikan, Pi di masa remajanya mengungkapkan keheranan sekaligus kekagumannya kepada sosok Kristus yang baru diketahuinya, “Tuhan yang sempurna itu mati buat saya yang tidak sempurna ini ? Itu tidak masuk akal, cinta macam apakah itu?” Lantas saya teringat sebuah kutipan mengenai cinta, yang disampaikan Mother Teresa, bunyinya begini, “If you love until it hurts, there will be no more hurts, only more love”. Bunda Teresa yang menjalani hidup pelayanan yang luar biasa kepada sesama yang paling menderita dan terbuang itu, mampu menghayati cinta dalam bentuknya yang paling hakiki, karena diilhami oleh cinta kasih Tuhan yang teramat dalam bagi manusia. Ya, mengasihi orang yang mengasihi kita, tentu akan lebih mudah. Tetapi mengasihi orang yang membenci kita atau yang tidak mempedulikan kita, itu lain cerita. Padahal Yesus mengatakan,” Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka (Luk 6:32). Pada saat itu, kita harus belajar dari Sang Cinta itu sendiri, yang mati bagi kita pada saat kita masih seorang pendosa, dan yang masih terus mendukakan hati-Nya karena dosa-dosa yang belum sepenuhnya kita tinggalkan.

Bagaimana pesan Bunda Teresa itu menjadi masuk akal dan pertanyaan Pi bisa terjawab? Kristus sudah mencontohkannya dengan sempurna lewat sengsara-Nya yang penuh kehinaan dan penyangkalan harga diri sehabis-habisnya di kayu salib. Sebagaimana Kristus, mencintai kerap terasa sakit. Memberikan diri seringkali melelahkan, apalagi kalau cinta kasih kita tidak dianggap dan tidak dibalas oleh orang lain. Bagaimana kita membebaskan diri dari rasa sakit itu dan bisa mengasihi dengan bebas seperti Kristus? Cinta kasih kepada sesama adalah ‘lawan kata’ dari mempertahankan ego atau cinta diri. Mengasihi juga berarti tidak mengalah kepada ego. Cinta kasih sebagaimana dijelaskan dalam Surat Rasul Paulus kepada umat di Korintus bab 13 bersifat mati bagi diri sendiri (baca:ego), lalu mulai hidup bagi kepentingan dan kebahagiaan orang lain. Sifat alamiah dari ego adalah selalu perlu dibela dan dipertahankan, kalau perlu dengan segala macam cara yang mungkin. Bila itu tidak dipenuhi, maka ia akan menimbulkan rasa sakit. Bagaimana kita menguasai ego dan berhasil melewati ambang batas rasa sakit itu sehingga kita menemukan kebebasan dan kemerdekaan dengan mencintai tanpa syarat seperti cinta Kristus pada kita, dan tidak lagi terikat pada tuntutan ego yang amat demanding itu ? Sengsara Kristus yang luar biasa besarnya itu mengilhami kita untuk menemukan cara terbaik. Seperti juga yang dihayati Bunda Teresa dari Dia, yaitu justru dengan terus mencintai, terus mengasihi, terus mengampuni, terus memahami, sampai akhirnya ambang rasa sakit itu dilewati dan yang ada tinggal rasa cinta kasih dan belas kasihan yang semakin besar karena ia bertumbuh. Saat itu, ego sudah tidak dominan lagi, dan karena tidak pernah diberi “makan”, iapun tunduk dan tidak menguasai diri kita lagi. Yesus Kristus selalu mengajarkan pada kita, apa yang oleh dunia dan ego akan ditertawakan karena tidak masuk akal (seperti yang diungkapkan Pi di atas). Yaitu: berikan pipi kirimu jika pipi kananmu ditampar. Berikan jubahmu juga kalau bajumu diambil, dan seterusnya. Namun itulah justru metode efektif untuk membuat ego tunduk pada kita dan bukan sebaliknya.

Jika Guru kita mengajarkan demikian kepada kita, Ia tahu kita mampu melakukannya, asalkan kita terus bergantung kepadaNya. Karena Ia sendiri sebagai seorang manusia sejati telah melakukannya dan berhasil. Kristus telah menderita dengan cinta dan karena cinta…teladan sengsara dan wafat-Nya menunjukkan pada kita bahwa penderitaan hidup bisa dijalani dengan tenang dan justru memberi kekuatan pada orang lain. Itulah saat di mana penderitaan hidup yang sering dipertanyakan manusia, memberikan makna yang menumbuhkan. Dan semuanya itu mungkin, jika kita membiarkan ego menepi, dan cinta kasih mengambil peran. Cinta kasih sejati, yang sudah Tuhan tunjukkan tak henti-hentinya kepada kita. “O Tuhan Yesus Kristus, yang telah mati bagiku karena cintaMu padaku, tambah-tambahkanlah iman dan kasihku yang tak sempurna ini, amin.” Selamat hari kasih sayang. (Triastuti)

No comments:

Post a Comment